DEPATI TALAM TANJUNG TANAH KERINCI

GELAR ADEAT LUHAH DEPATI TALAM WILAYAH KEDEPATIAN 3 LUHAH TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI-JAMBI
...................................................................................................................
Sebelum lebih jauh kito menguraikan tentang Gelar Adeat dalam Wilayah Depati Tigo Luhah Tanjung Tanah Kemendapoan Seleman (sekarang Kecamatan Danau Kerinci) Kabupaten Kerinci, penulis lebih tertarik dan terhipnotis untuk mengetahui dan mendalami sejarah singkat tentang Luhah yang berjejer yang memiliki daya tarik dan segudang pesona misteri sejarah.
Kalau kita ingin lebih jauh lagi menilik sejarah Desa Tanjung Tanah, secara otomatis kita harus bujalea sepanjang laheak, naik tebing taikat dengan undang, nempuh padang bupagar malu, nyuhuk lawang dengan puskao serta nempuh laman busapu dengan adeat

SELAYANG PANDANG

A. SEJARAH SINGKAT

Tanjung Tanah Kemendapoan Seleman (Kecamatan Danau Kerinci) Kabupaten Kerinci memang merupakan suatu Desa yang secara historisnya tersusun dalam bentuk tanjung yang menjorok jauh ke Danau Kerinci Purba. Posisi dan letak dusun purba Tanjung Tanah ini pas di daerah yang heboh-hebohnya ditemukan Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah atau masih di dalam wilayah Kawasan Danau Kerinci sekarang.
Di desa Tanjung Tanah adalah tempat ditemukan Naskah Melayu tertua di dunia, yang ditulis pada abad ke 14 Masehi, pada masa pemerintahan Depati IV Alam Kerinci. Uli Kozok (2002) menulis”.
“.........Naskah Tanjung Tanah yang berasal dari abad keempat belas juga menunjukkan bahwa orang Melayu pernah menggunakan kulit kayu sebagai media tulis, dan tidak ada alasan untuk menolak lagi dugaan bahwa di dahulu kala juga ada naskah Melayu yang ditulis di media lain seperti buluh, daun palem dan sebagainya, dan bahwa tradisi pernaskahan sudah berkembang sejak abad ketujuh.
Dengan ditemukannya naskah Tanjung Tanah maka semua teori tentang sejarah keberaksaraan di alam Melayu perlu ditinjau kembali. Naskah Tanjung Tanah sebetulnya “ditemukan” dua kali, pertama di tahun 1941 oleh Petrus Voorhoeve yang pada saat itu menjabat sebagai taalambtenar (pegawai bahasa di zaman kolonial) untuk wilayah Sumatra, dan kedua kali oleh Uli Kozok di tahun 2002”.
 ".........Naskah Tanjung Tanah berasal dari abad ke-14 dan merupakan naskah Melayu yang tertua karena lima hal berikut:
1.  Di dalam teks naskah tidak terdapat kata serapan dari bahasa Arab sehingga dapat disimpulkan bahwa naskah tersebut berasal dari zaman pra-Islam. Penanggalan ini tentu sangat relatif apalagi mengingat betapa sedikit kita ketahui tentang masuknya agama Islam ke pedalaman Jambi. Namun demikian, sebuah naskah yang terdiri dari teks undangundang dan tidak mengandung kata serapan Arab dapat dipastikan melebihi umur 300 tahun karena bahkan naskah yang dari abad ke-16 sudah padat dengan kata serapan dari bahasa Arab. Malahan, menurut pendapat Johns, “tidak ada karya sastra yang lebih tua dari abad kelima belas, dan tidak ada satu pun naskah yang tidak mengandung kata serapan dari bahasa Arab, dan yang tidak ditulis dengan huruf Jawi" (Johns, 1963). 
2. Maharaja Dharmasraya dua kali disebut dalam naskah Tanjung Tanah sementara kerajaan Dharmasraya hanya disebut pada sumber-sumber sejarah dari abad ke-13 dan ke-14. Hal tersebut merupakan petunjuk kuat bahwa naskah itu ditulis sebelum abad ke-15. 
3. Sebagian besar naskah ditulis dalam bahasa Melayu namun terdapat juga kata pengantar serta penutup yang berbahasa Sansekerta, yang memuja Maharaja Dharmasraya. Hal itu sangat berbeda dengan konvensi yang mana biasa terdapat pada teks yang berasal dari zaman Islam. 
4. Pada naskah Tanjung Tanah, selain teks beraksara pasca-Palawa, terdapat satu lagi teks yang beraksara surat incung. Jenis aksara yang digunakan di sini jelas lebih tua daripada semua naskah Kerinci yang selama ini diketahui. 
5.  Naskah Tanjung Tanah tertanggal dengan menggunakan tahun Saka namun tahunnya tidak terbaca. Penggunaan tahun Saka dan bukan tahun Hijrah jelas menunjukkan bahwa naskah berasal dari zaman pra-Islam.”

Begitu pentingnya temuan ini, sehingga naskah ini sudah dipelajari lama sekali. Naskah ini menunjukan banyak hal tentang sejarah: beradaaan kerajaan Melayu Dharmasraya, pentingnya Alam Kerinci bagi Kerajaan Melayu Dharmasraya, ditulis dalam tulisan pasca-Pallawa, berbahasa Sansekerta dan tulisan Incung (tulisan asli Kerinci) dan lain-lainnya.
Depati Kujo Ali mungkin pada waktu pemerintahan Depati IV Alam Kerinci abad ke 14 masehi ini merupakan sekretaris pribadi dari Depati Atur Bumi (yang mengurus pemeritahan dalam negeri) yang berasal dari dusun Tanjung Tanah. Sehingga secara turun-temurun Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah ini disimpan dan dikeramatkan sebagai barang pusaka oleh masyarakat Tanjung Tanah sampai sekarang.
Dari keterangan yang ada terlihat bahwa daerah Tanjung Tanah adalah daerah penting dalam pemeritahan Depati IV Alam Kerinci, khususnya di wilayah kedepatian Atur Bumi. Pertanyaan: Kenapa daerah dan jabatan depati yang sangat penting pada zaman pemerintahan Depati IV Alam Kerinci (Desa Tanjung Tanah) seolah-olah tidak terjadi apa-apa tentang kejadian masa lalu. Sebagain besar penduduknya tidak mengetahui bahwa dearah mereka adalah salah satu wilayah inti Depati Atur Bumi yang terlibat langsung dengan jalannya pemerintahan Depati IV Alam Kerinci. Seolah-olah tidak ada kebanggaan daerah ini sebagai daerah yang sangat penting dalam perjalanan sejarah Alam Kerinci. Tentu pada zaman dulu, kebudayaan, kesenian, dan macam-macam peradaban masa lalu pasti berkembang di daerah ini.
Tapi kenapa sampai sekarang masyarakat di Tanjung Tanah “tidak tahu bahwa daerah mereka sangat penting dalam perjalanan sejarah”. Sampai sekarang tidak ada usaha yang berarti untuk menggali atau membangkitkan kembali kejayaan masa lalu. Apa memang mereka tidak peduli? Jawabannya tentu kembali kepada masyarakat setempat. Mereka butuh keyakinan untuk mampu membangkitkan kembali masa jaya mereka. Tidak sepantasnya Desa Tanjung Tanah adalah termasuk desa tertinggi tingkat kemiskinan di Kabupaten Kerinci.
Mereka harus menyadari bahwa keberadaan Naskah Tertua Melayu itu dapat dijadikan pemicu dan pemantik berkembangnya Desa Tanjung Tanah. Nilai sejarah yang mereka miliki dapat dijadikan media untuk mendapatkan sumber dana pembangunan baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Sekarang tergantung masyarakat setempat, siapa yang sukarela menjadi pioneer-pelopor penggalian sejarah, sedangkan orang luar pasti akan membantu usaha mereka. Kalau tidak, maka Desa Tanjung Tanah akan tetap tenggelam dan tetap menjadi daerah tertinggal dan miskin di Kabupaten Kerinci. Ayo siapa mau memulai???.(Auliatasman/Malpu-188).

A. NASKAH KUNO TANJUNG TANAH

  

Saya bangga selaku keturunan dari Nenek Moyang Desa Tanjung Tanah, karena ternyata Desa Tanjung Tanah merupakan tempat yang paling bersejarah di adat melayu, tempat di temukannya bukti-bukti kecerdasan leluhur. Sebuah naskah kuno yang berasal dari zaman pasca Palawa. Ini jelas membuat Saya pribadi semakin bangga terlahir sebagai anak jantan dan dibesarkan di kawasan Wilayah Depati Tigo Luhah Tanjung Tanah Kemendapoan Seleman (sekarang Kecamatan Danau Kerinci) Kabupaten Kerinci. Kitab ini ditemukan di Tanjung Tanah di Mendapo Seleman (terletak sekitar 15 kilometer dari Kota Sungai Penuh, Kerinci, Jambi) dan masih disimpan sampai sekarang oleh pemiliknya. Naskah Tanjung Tanah bukan hanya naskah Melayu yang tertua, melainkan juga satu-satunya naskah Melayu yang tertulis dalam aksara pasca-Palawa yang juga disebut sebagai aksara Melayu. 

Naskah ini tersimpan utuh di dalam satu buah kendai beserta tutotnyo, didalamnyo berisi satu buah peti yang terbuat dari kayu, dan didalam peti/kotak tersebut terdapatlah Naskah Melayu Tertua di Dunia, yang heboh dilirik oleh penggiat maupun pecandu sejarah sebagai bahan disertasi.

Naskah Tanjung Tanah Kemendapoan Seleman (sekarang Kecamatan Danau Kerinci) Kabupaten Kerinci ini, kalau dirunut keberadaannya, naskah ini tersimpan rapi di SKO Depati Talam Wilayah Depati Tigo Luhah Tanjung Tanah yang bersamaan dengan enam lembar atau ikat daun lontar, sembilan macam kain, yang berwarna putih, hitam dan ada juga kain lainnya, serta 1 buah stempel yang terbuat dari tanah. Kain sebagaimana disebut tadi berfungsi sebagai pembalut atau pembungkus tulisan rencong dan enam ikat daun lontar dan serta stempel dari tanah “SKO Depati Talam”, Tigo Luhah Tanjung Tanah.


GELAR DEPATI TALAM
Luhah Depati Talam merupakan salah satu Pucuk Depati Dalam Wilayah Kedepatian Tigo Luhah Tanjung Tanah Kemendapoan Seleman (sekarang Kecamatan Danau Kerinci) Kabupaten Kerinci.
Dalam Luhah Depati Talam ada 7 (tujuh) gelar Depati, Gelar Ninik Mamak dan Pugawe (Pegawai) yang disandang, diantaranya adalah sebagai berikut :                                  1.  GELAR DEPATI
a.   Gelar Depati Talam Sekuni Panjang;
b.  Gelar Depati Talam Tengah;
c.   Gelar Depati Talam Kecil;
d.  Gelar Depati Talam Panjang;
e.   Gelar Depati Talam Putih;
f.    Gelar Depati Talam Negeri; dan
g.   Gelar Depati Talam Tuo.

2.  NINIK MAMAK
a.   Ninik Mamak Gelar Rajo Negeri;
b.  Ninik Mamak Gelar Sutan Pati;
c.   Ninik Mamak Gelar Sutan Mandaro;
d.  Ninik Mamak Gelar Sutan Belih;
e.   Ninik Mamak Gelar Rajo Penghulu;
f.    Ninik Mamak Gelar Rajo Batuah; dan
g.   Ninik Mamak Gelar Rajo Indo.

3.  PUGAWE (PEGAWAI)
a.   Pegawai  Gelar Imam Saleh;
b.  Pegawai Gelar Imam Tuo;
c.   Pegawai Gelar Imam Perang;
d.  Pegawai Gelar Imam Melano;
e.   Pegawai Gelar Imam Mujahiddin;
f.    Pegawai Gelar Imam Negeri; dan
g.   Pegawai Gelar Imam Kafri.
Gelar ini diwarisi secara adat atau turun temurun berdasarkan garis keturunan, dan disandang oleh orang-orang yang mampu memegang amanah atau orang yang dianggap dapat dipercaya.

Bureou putaeh di tepi sunga, lintaeh mulintaeh dueo ngan tigeo,  
lah putaeh matao mumanda, adeat kitao siton nia.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH SAMBUTAN SECARA ADAT

PENO PERKAWINAN TIGO LUHAH TANJUNG TANAH

PENO ADAT TIGO LUHAH TANJUNG TANAH KERINCI-PEMEGANG NASKAH MELAYU TERTUA DI DUNIA